Protes terhadap Malaysia yang mengklaim sejumlah karya budaya Indonesia–termasuk tari Pendet–serta penghinaan terhadap lagu Indonesia Raya, meluas dan kian memanas.
Protes tidak hanya dalam tataran polemik di media massa, kalangan akademisi sudah mengambil sikap tegas dan nyata. Di antaranya, Universitas Diponegoro, Semarang, memastikan, pada tahun ajaran 2009-2010 tidak lagi menerima calon mahasiswa yang berasal dari Malaysia.
"Kami melakukan itu sebagai wujud nyata dalam mengekspresikan rasa nasionalisme," kata Rektor Undip Prof. Susilo Wibowo, usai upacara penerimaan mahasiswa baru Undip di kampus Undip Tembalang, Semarang, Selasa (27/8).
Menurut dia, selama ini Malaysia sering tidak menghargai harkat dan martabat bangsa Indonesia lewat berbagai cara. Termasuk klaim Malaysia atas berbagai kebudayaan yang berasal dari Indonesia.
Disinggung tentang kerja sama yang sering dilakukan Undip dengan perguruan tinggi di Negeri Jiran tersebut, dia mengatakan, untuk kerja sama memang masih ada yang dilakukan. Namun, sebatas menyerap ilmu dan teknologi yang dimiliki untuk dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia, berbeda dengan penerimaan mahasiswa.
Di Jakarta, sekitar 100 orang dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) demo di Kedubes Malaysia menuntut iklan pariwisata Malaysia yang memuat tarian pendet dicabut. KNPI juga menyerukan boikot produk Malaysia.
"Klaim tari pendet merugikan harga diri bangsa karena jelas-jelas tari itu asli tarian Bali. Klaim tanpa meminta izin ini merupakan bentuk pencurian," kata Ketua KNPI DKI Jakarta, Arif Rahman.
Arif juga menyayangkan sikap blogger Malaysia yang mengubah syair lagu Indonesia Raya dengan plesetan yang menghina Indonesia dan lambang Garuda Indonesia dibuat karikatur.
"Putuskan hubungan diplomatik, boikot produk Malaysia dan tarik Dubes Indonesia di Malaysia dan perwakilan," ujar dia.
Sementara di Bali, ratusan mahasiswa mendesak pemerintah memutuskan hubungan bilateral dengan Malaysia. Desakan itu disampaikan oleh mahasiswa dari berbagai universitas saat berunjukrasa di gedung DPRD Bali. Selain membentangkan spanduk, mereka juga berteriak mengecam Malaysia yang sering membuat ulah.
Dalam orasinya, pengunjukrasa menegaskan Malaysia selama ini tidak memiliki itikad baik dan menjaga hubungan dengan Indonesia. Ini terbukti dengan berbagai kasus mulai pencaplokan pulau, penyiksaan tenaga kerja asal Indonesia, hingga "pencurian" produk budaya Indonesia, termasuk tari Pendet. "Lebih baik segera putuskan hubungan bilateral dengan Malaysia," seru Komang Gede Agus Sahputra, koordinator aksi.
Reaksi serius bangsa Indonesia atas ulah Malaysia, membuat Menteri Pelancongan Malaysia menelepon Menbudpar Jero Wacik untuk menyampaikan permohonan maaf.
"Tadi sore Menteri Pelancongan Malaysia menelepon saya untuk minta maaf soal Tari Pendet," kata Wacik di Jakarta.
Ia mengatakan, permintaan maaf terkait penggunaan Tari Pendet dalam iklan promo pariwisata di televisi pada program Discovery Channel berjudul Enigmatic Malaysia tanpa seizin resmi pemerintah Indonesia memang baru disampaikan secara lisan.
Namun ditegaskan Wacik, pihaknya masih menunggu jawaban resmi dari Pemerintah Malaysia atas surat nota protes yang disampaikan kemarin. "Kami masih tetap menanti jawaban resmi dari pemerintah Malaysia," katanya.
Wacik memperkirakan surat nota protes soal Tari Pendet sudah diterima Pemerintah Malaysia, kemarin, sehingga diharapkan pekan depan sudah ada jawaban resmi.
Dalam pembicaraan lisan melalui sambungan telepon internasional, Wacik menjelaskan, Pemerintah Malaysia menyatakan iklan wisata bermuatan Tari Pendet bukan dibuat oleh Pemerintah Malaysia, melainkan pihak swasta, sebuah rumah produksi.
"Rumah produksi yang membuat iklan itu juga sudah mengirimkan e-mail untuk meminta maaf pada Pemerintah Indonesia melalui saya," katanya.
Namun Wacik menegaskan permintaan maaf hendaknya disampaikan secara resmi dan bukan melalui e-mail. "Saya tetap masih menunggu jawaban resmi nota protes yang saya kirim," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar